PENGUMUMAN UNNES

BERITA UNNES

Sunday, June 27, 2010

KONTROVERSI SEPUTAR RUMUSAN PANCASILA

SALAHKAH SAYA BICARA, ATAU
SUDAH SEPANTASNYA SAYA IKUT BICARA

KONTROVERSI SEPUTAR RUMUSAN PANCASILA YANG BENAR DAN SAH
Oleh : Wiyanto*
*(Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang)

Tentu kita masih mengenal pepatah “JaS MeRah” Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Untuk mengetahui berbagai perdebatan yang mengatakan Pancasila yang benar dan sah;
  1. Apakah Pancasila 1 Juni 1945 yang diucapkan oleh Bung karno yang masih dipertahankan oleh golongan megawati/PDIP? ,
  2. Apakah Pancasila tanggal 22 Juni 1945 yang disusun oleh panitia delapan dan kemudian disempurnakan oleh panitia sembilan yang dipertahankan oleh golongan Islam yang ingin mengembalikan “tujuh kata” (Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) kedalam Pembukaan UUD 1945? Atau
  3. Apakah Pancasila 18 agustus 1945 yang disahkan oleh PPKI dan yang dipertahankan oleh pemerintah Orde lama, Orde baru maupun Orde reformasi?

Kita perlu menyimak sejarah sebagai berikut;
1. Pancasila 1 Juni 1945
Pancasila yang diucapkan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila 1 Juni 1945 ini merupakan Pancasila yang masih dipertahankan oleh golongan PDIP/megawati. Pancasila yang diucapkan oleh Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 memiliki urutan sebagai berikut:
  1. Kebangsaan Indonesia,
  2. Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan,
  3. Mufakat atau Demokrasi,
  4. Kesejahteraan Sosial, dan
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila 1 Juni 1945 masih merupakan rancangan “philosophische grondslag” yang akan dirumuskan oleh panitia delapan BPUPK. Panitia delapan dipimpin oleh Sukarno dengan 7 anggota yaitu: M.Hatta, M.Yamin, A.Maramis, Oto Iskandardinata, Sutardjo Kartohadikusumo, Ki Bagus Hadikusumo dan Wachid Hasyim. Pada masa sidang pertama banyaknya anggota BPUPK 62 orang dan pada masa sidang kedua anggota BPUPK ditambah 6 orang menjadi 68 orang. Setelah mendapat masukan dari anggota BPUPK lainnya.

2. Pancasila 22 Juni 1945
Pancasila yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 yang dirumuskan oleh panitia delapan dan panitia sembilan juga dipimpin oleh Sukarno dengan 8 anggota yaitu: M.Hatta, M.Yamin, A.Maramis, Subardjo, Wachid Hasyim, Kahar Muzakkir, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosuyoso. Sidang untuk menyusun Piagam Jakarta hanya disusun oleh 38 anggota BPUPK yang merangkap sebagai anggota Chuoo Sangi In dan anggota BPUPK yang tinggal di Jakarta. yang tercantum di alinea 4 Piagam Jakarta dan kemudian disetujui oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 11 Juli 1945. Pancasila 22 Juni dipertahankan oleh golongan Islam yang ingin mengembalikan “tujuh kata” kedalam Pembukaan UUD 1945.
Pada tanggal 22 Juni 1945, rancangan Pancasila panitia delapan disempurnakan oleh panitia sembilan dengan mengubah urutan nilai pokok (core values) menjadi:
  1. Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
  2. Menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan dan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan urutan itu menyebabkan perubahan mendasar, perubahan “axiological hierarchy”. Perubahan axiological hierarchy yang menempatkan “Ketuhanan YME” sebagai sila pertama menyebabkan Pancasila berbeda dengan teori Kelsen yang tidak mengenal faktor “morality”.

3. Pancasila 18 Agustus 1945
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mensahkan Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan – perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di dokumen yang authentik dan di Penjelasan UUD, tanda baca yang dipakai adalah garis (-), bukan garis miring (/). Jadi seharusnya “permusyawaratan-perwakilan”bukan “permusyawaratan/perwakilan”.
PPKI dipimpin oleh Sukarno dengan 26 anggota. Sidang yang menghilangkan “tujuh kata”, hanya dihadiri oleh 3 orang anggota panitia sembilan yaitu Sukarno, Hatta dan Subardjo. Wachid Hasyim adalah anggota PPKI tetapi tidak hadir di sidang tanggal 18 Agustus karena masih di Surabaya. Yamin, Maramis, Kahar Muzakkir, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosuyoso bukan anggota PPKI.
Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Pada tanggal 22 Juni 1945 “axiological hierarchy”-nya berubah, nilai moral, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam diangkat keatas, dijadikan Norma Utama (norma normarum). Setelah disetujui oleh rapat pleno BPUPK yang hanya terdiri dari wakil-wakil dari Jawa saja, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI yang meliputi wakil-wakil dari seluruh Indonesia mengubah rumusan Pancasila dengan mengurangi “tujuh kata” (“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”) dan menambahkan “tiga kata” (“Yang Maha Esa”).
Pancasila yang disahkan pada tangal 18 Agustus 1945 itu benar-benar merupakan “hogere optrekking” (istilah Bung Karno, artinya “peningkatan”) dari Declaration of Independence dan Manifesto Komunis karena yang diutamakan adalah moral yang berasal dari “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, kebaikan hukum positif harus diukur dari asas-asas yang bersumber kepada “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bukan “Ketuhanan” saja.
Pancasila berbeda dengan teori Grundnorm dari Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum positif tidak perlu bersangkut paut dengan moral, ideologi, politik dan sejarah yang intinya berada diluar bidang hukum. Demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah untuk mendapat mufakat, mengutamakan “harmony”, berbeda dengan Demokrasi Liberal yang mengutamakan “voting” dan menimbulkan perasaan kalah dan menang yang sering menyakitkan hati.
Dengan demikian dapat dikatakan apabila ada segolongan orang yang mengatakan bahwa Pancasila yang benar dan sah adalah Pancasila 1 Juni 1945 itu tidak ada dasarnya. Bung Karno memimpin seluruh tahap perumusan Pancasila sejak 1 Juni sampai 18 Agustus 1945. Bung Karno adalah pemimpin yang mengambil inisiatif untuk menyusun Piagam Jakarta dan mengubah “axiological hierarchy”-nya. Sidang PPKI untuk mengurangi “tujuh kata” dan penambahan “tiga kata” juga dipimpin Bung Karno. Jadi Pancasila 18 Agustus 1945 merupakan rumusan Pancasila yang sah. Karena rumusan pancasila 18 Agustus 1945 dirumuskan PPKI, rumusan dari wakil-wakil selurah rakyat Nusantara setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah;
  • Kapan lahirnya Pancasila 1 Juni kah, atau?
  • Siapa yang merumuskan pancasila?......Jangan-jangan……… hanya……..
  • Apa konsekuensinya jika dalam hal ini Negara memperingati pidatonya Sukarno 1 juni? Bagaimanakah dengan Moh. Yamin, dll?




RUJUKAN
RM.A.B.Kusuma. 2010. Konsistensi Nilai Pancasila Dalam Penyelenggaraan Negara. Disampaikan di Kongres Pancasila II di Denpasar pada tanggal 31 Mei 2010, Peneliti Senior Pusat Studi Hukum Tatanegara Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Penyusun “Lahirnya UUD 1945”, FHUI,2004/2009; Editor Risalah BPUPK-PPKI, Sekretariat Negara, 1995.


Sunday, June 20, 2010

KONGRES PANCASILA II (DEKLARASI UDAYANA)

Deklarasi Udayana
Kongres Pancasila II
31 Mei – 1 Juni 2010
Pancasila telah menjadi Dasar Negara dan filsafat hidup bangsa Indonesia, dan menjadi platform nasional untuk membangun masa depan. Komitmen pimpinan nasional dengan mencanangkan Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, menunjukkan awal yang baik bagi bangsa Indonesia untuk membangun identitas nasional sebagai bangsa yang bermartabat dan maju.
Kongres Pancasila II di kampus Universitas Udayana sepakat mengeluarkan deklarasi sebagai berikut:
1. Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan urutan. Kerancuan tentang sejarah Pancasila, mengharuskan perlu adanya pelurusan sejarah dan selanjutnya dilakukan sosialisasi yang benar.
2. Sejarah menunjukkan bahwa implementasi dan konsistensi Pancasila mengalami pasang-surut yang disebabkan oleh faktor internal, eksternal, dan komitmen pimpinan nasional. Oleh karenanya, pimpinan nasional sudah seharusnya memegang teguh nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara.
3. Paska reformasi nilai-nilai Pancasila terpinggirkan dalam sistem hukum nasional. Perlu membangun Rumah Hukum Pancasila dengan upaya yang lebih progresif, yakni dengan merestorasi paradigma ilmu hukum di Indonesia yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila.
4. Diperlukan institusi yang mempunyai legitimasi di tingkat nasional yang bertugas memelihara, mengembangkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila yang terbuka bagi pemikiran kritis terhadap Pancasila sebagai ideologi Negara. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang sesuai dengan semangat dan tantangan jaman akan sangat penting bagi pembangunan karakter bangsa, dan mencegah adanya generasi Pancasila yang hilang.
5. Pertarungan kepentingan yang berbasis fundamentalisme pasar dan fundamentalisme agama yang merasuk dalam produk legislasi dan regulasi, menjadikan prinsip kehidupan berbangsa tidak lagi mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Untuk itu perlu gerakan penguatan dan pengawalan ideologi Pancasila, khususnya dalam politik legislasi pada saat ini.
Denpasar, 1 Juni 2010
Peserta Kongres Pancasila II

KONGRES PANCASILA I (DEKLARASI BULAKSUMUR)

DEKLARASI BULAKSUMUR
Bahwa sesungguhnya negara Republik Indonesia berdiri dengan harapan: merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Harapan tersebut berpijak pada falsafah dan visi kebangsaan yang
dibangun atas dasar pengalaman kesejarahan dan kerohanian, kemajemukan Indonesia
dengan posisi strategisnya dalam pergaulan antarbangsa, dan dinamika perkembangan
bangsa. Maka, disusunlah suatu konsensus dasar kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Bahwa dengan karunia kemerdekaan dan segala anugerah Tuhan yang dilimpahkan kepada
Bangsa Indonesia, pelbagai usaha pembangunan dan reformasi masih menyisakan
kesenjangan yang lebar antara harapan-harapan ideal dan kenyataan. Keberagamaan tidak
mendorong keinsyafan beretika, globalisasi tidak mengasah kepekaan kemanusiaan,
kemajemukan tidak memperkuat daya toleransi dan sinergi, demokrasi tidak membawa
pemberdayaan dan kedaulatan rakyat, kekayaan alam tidak menghasilkan kemakmuran yang
berkeadilan.
Dengan didorong oleh keinsyafan bahwa jalan kemajuan suatu bangsa hanya akan terwujud
apabila senantiasa berpegang teguh pada jatidirinya, maka Universitas Gadjah Mada
bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merasa perlu menjaga
komitmen terhadap Pancasila dengan menyelenggarakan Kongres Pancasila di kampus
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kongres yang diikuti oleh berbagai komponen bangsa
akhirnya sepakat menyatakan pendirian dan aspirasi sebagai berikut:
1. Bahwa Pancasila merupakan sistem nilai filsafati terbaik yang dimiliki Bangsa Indonesia
sebagai dasar dan acuan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan oleh karenanya, segenap komponen
Bangsa Indonesia wajib menjunjung tinggi, menjaga, mengaktualisasikan dan membela
Pancasila.
2. Pancasila adalah sistem nilai fundamental yang harus dijadikan dasar dan acuan oleh
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokoknya
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kersejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasar atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan kedilan sosial, dalam
rangka mewujudkan visi bangsa yakni Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
3. Pancasila adalah dasar negara, oleh karenanya Pancasila harus dijadikan sumber nilai
utama dan sekaligus tolok ukur moral bagi penyelenggaraan negara dan pembentukan
peraturan perundang-undangan.
4. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk memelihara, mengembangkan, dan
mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan maupun
aspek-aspek kehidupan lainnya.
5. Negara harus bertanggung jawab untuk senantiasa membudayakan nilai-nilai Pancasila
melalui pendidikan Pancasila di semua lingkungan dan tingkatan secara sadar,
terencana, dan terlembaga.
Yogyakarta, 1 Juni 2009
Peserta Kongres Pancasila